Deskripsi
Undang-Undang Dasar merupakan konstitusi tertulis yang paling tinggi
kedudukannya dalam negara. Itulah alasan adanya istilah the supreme law of the
land. Keberadaannya yang supreme tersebut, konsekuensi logis dari statusnya
sebagai hasil kesepakatan tertinggi seluruh rakyat atau dalam bahasa K. C. Wheare
sebagai resultante. Dalam pada itu, makna instrinsiknya adalah UUD bergantung
pada ruang dan waktu tertentu. Tidak heran Sri Soemantri menjelaskan bawha
UUD tidak mengikat masa lalu dan masa depan. Oleh karena itu, penyempurnaan
suatu UUD senantiasa menjadi keniscayaan. Pada umumnya, dalam suatu UUD
memuat tiga hal pokok yaitu: pertama, pengaturan-pengaturan mengenai hubungan negara dengan warga negara yang terwujudkan dalam pengaturan hak dan kewajiban, hak asasi manusia hingga terkait kesejahteraan sosial. Kedua, mengenai keorganisasian negara yang terpatrikan dalam sistem kelembagaan negara dansistem kekuasaan negara. Hal ini pula yang menentukan
sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Ketiga, mengenai sistem
penyelenggaraan peradilan yang tidak memihak dan mengupayakan
keadilan. Terkait hal ini, bagi UUD modern telah menjadi semacam pusat
perhatian.
Ketiga hal pokok kandungan UUD di atas sudah barang tentu dipenuhi UUD
1945, apalagi muatan pengaturannya telah diubah secara radikal melalui
amandemen yang dilakukan empat tahun/tahap berturut-turut pada 1999,
2000, 2001 dan 2002. Pada dasarnya, perubahan muatan pengaturan dalam
UUD 1945 didasari oleh motivasi untuk ditegaskannya ketiga prinsip di atas tadi. Terutama pula, materi pengaturan UUD 1945 asli memberiruang yang cukup bagi
penguasa untuk mempraktikkan sistem pemerintahan yang otoriter yang dapat
membelenggu HAM hingga memasung keadilan. Namun demikian, hasil
amandemen UUD 1945 tentu saja memiliki konsekuensi logis tertentu baik itu
sifatnya menguntungkan maupun merugikan. Hal mendasar yang merupakan
keuntungan amandemen adalah terselenggara dengan baik dan tegasnya sistem
pemerintahan demokratis yang sesuai dengantuntutan kebutuhan rakyat dan dinamika zaman. Akan tetapi, kerugian dari hasil amandemen juga tidak kalah
mendasar. Sebut saja persoalan sistem presidensial yang tidak menentu,
sistem lembaga perwakilan yang lemah, sistemkamar perwakilan yang tidak jelas
hingga sistem kebijakan pemerintah yang tidak orientatif.
Buku ini terdiri dari 9 bab pembahasan. Pada bab pertama yaitu
pendahuluan, dibahas mengenai hal-hal yang melatarbelakangi tuntutan agar
kembali dilakukan amandemen UUD 1945. Untuk itu, dibahas mengenai
kewenangan konstitutif MPR dalam mengubah dan menetapkan UUD. Bab
pendahuluan sesungguhnya gambaran umum mengenaifokus kajian buku ini. Meskipundemikian, perlu juga dikemukakan landasan teori untukmemperkuat dorongan bagiMPR agar segera melaksanakan amandemen kelima UUD 1945. Selain landasan teori, dikemukakan pula pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penulisan buku ini agar alur pemikiran dan pembahasan buku ini sistematis dan terstruktur.
Bab dua, tiga dan
empat membahas satu tema pokok yaitu UUD 1945. Pada bab dua dibahas
mengenai dua badan yang pernah mengatasnamakan bangsa Indonesia yang sekaligus telah menjadi rahim bagi lahirnya UUD 1945 yaitu BPUPK dan PPKI. Bab tiga dibahas mengenai UUD 1945 yang meliputi asas-asas di dalamnya, fungsi dan
kedudukannya hingga terkait keberlakuannya.
Pada bab empat dibahas mengenaikeberadaan UUD 1945 dalam setiap rezim yang
pernah berkuasa di Indonesia yaitu UUD 1945 di bawah rezim Orde Lama, Orde
Baru hingga rezim reformasi dan setelahnya.
Bab ini lebih difokuskan pada kajian mengenaibagaimana cara rezim memperlaku
kan UUD 1945. Bab lima, dikaji khusus mengenai MPR baik secara sejarah,
dinamika maupun kewenangannya. Bab ini mencoba untuk menggambarkan
perbedaan radikal MPR sebelum dan setelah amandemen UUD 1945. Kemudian
pada bab setelahnya, dikaji mengenai MPR dan cerita tentang amandemen UUD
1945 hingga bagaimana gejolak yang terjadi terhadap hasil amandemen UUD 1945
yang dianggap banyak kekurangan. Bab tujuh, dikemukakan mengenai beberapa
kendala dan upaya MPR sebagai lembaga konstitutif untuk melakukan amandemen
kelima UUD 1945. Data-data yang bersifat lapangan pada bab ini diambil dari data
hasil penelitian tesis penulis sendiri yang telah melakukan penelitian di MPR. Pada
bab delapan, mengenai keniscayaan amandemen UUD 1945. Bab ini, secara
khusus mengkaji alasan dibalik keniscayaan amandemen tersebut hingga beberapa
tuntutan logis bagi amandemen kelima UUD 1945 kelak. Selain itu, dikaji secara
kritis tentang kekeliruan metode rekonstruksi MPR dalam melakukan amandemen
1945 pada waktu reformasi itu. Pada bab terakhir; bab penutup, hanya memuat
beberapa catatan sekaligus penegasan mengenai UUD 1945, MPR dan keniscayaan
amandemen.
Customer Reviews